Wednesday, July 26, 2017

AKU BUKAN SEORANG PENJILAT




Yang berjalan seperti mayat hidup yang tidak punya hati dan perasaan
Yang masa bodoh dengan kutukan semua orang atas semua tindakan zalimnya
Yang sibuk menyebar mata-mata kesana kemari karena takut dia dijatuhkan
Yang sibuk menghitung kesalahan orang lain diatas segunung kesalahan yang sudah dia perbuat

Yang rela menginjak-injak bawahannya demi sebuah jabatan yang lebih tinggi
Yang tega memeras orang-orangnya untuk mengambil muka pada atasannya
Yang sampai hati menyuruh stafnya berhutang demi sebuah bingkisan suap
Yang masa bodoh menginjak-injak temannya sendiri untuk mendapatkan sebuah jabatan sesaat

Yang berlagak suci pada masyarakat lingkungannya tapi dia kotor
Yang menjadikan rutinitasnya dalam beribadah sebagai topeng untuk mengelabui semua orang
Yang menyuruh orang bersumpah atas nama Tuhan tapi dia sendiri menginjak-injak sumpah itu
Yang berteriak lantang akan ikut memberantas korupsi namun dia ternyata seorang koruptor besar

Yang puas bisa membungkam orang-orang yang akan bisa membongkar kebobrokannya
Yang akan menindas dan mengintimidasi orang-orang yang tidak memberinya uang
Yang sibuk menyebarkan fitnah kesana kemari demi menyelamatkan kedudukannya
Yang gigih menjatuhkan orang lain untuk merampas kedudukannya

TAPI........
Musuh dari pejabat bejat yang berselingkuh dengan bawahannya
Musuh dari para pengemis yang meminta jatah dari setiap proyek pembangunan di lingkungan kerjanya
Musuh dari para pengecut bodoh yang cuma bisa berdiri dibalik bayang-bayang orang lain
Musuh dari pejabat korup yang menganggap uang korupsi itu halal buat mereka

Yang tidak disukai oleh pejabat bodoh yang senang membodoh-bodohi bawahannya
Yang dibenci oleh orang-orang bodoh yang bisa naik jadi pejabat karena kepintarannya menjilat
Yang dipandang sebelah mata oleh mereka yang bangga menjadi anjing para penjahat
Yang ditakuti oleh mereka-mereka yang hanya mencari aman dibawah penindasan setiap penguasa

Bagi para oportunis yang hanya bisa menjilat semua penjahat yang ada diatasnya
Bagi mereka yang tidak lelah meyogok orang untuk kepuasan nafsu busuknya
Bagi mereka yang rela menjadi boneka untuk diperalat si pejabat busuk
Bagi mereka yang selalu mencari peluang untuk memperkaya diri dengan uang yang bukan haknya

Orang yang tidak bisa diatur oleh pejabat-pejabat licik penyebar fitnah
Orang yang tidak ingin diperintah oleh para pengecut yang membusungkan dada dengan jabatan rendahnya
Orang yang tidak rela dibodoh-bodohi orang-orang rendah yang merasa diri mereka tinggi
Orang yang tidak senang dikelabui oleh manusia-manusia munafik yang beruntung menjadi pejabat

Mereka berpikir aku takut dengan semua intimidasi-intimidasi mereka
Mereka merasa menang dengan semua penganiayaan yang telah mereka perbuat terhadapku
Mereka puas telah menghancurkan aku dan teman-temanku
Suatu saat mereka akan menangis, tangis pilu yang tak akan membuat orang lain kasihan
Suatu saat nanti mereka akan menyesal, penyesalan yang akan mereka bawa sampai mereka mati.

Payakumbuh, Senin  24 September 2012 -  8 Zulqaidah 1433

Monday, August 15, 2016

PS.Syamsuddin



Tak banyak generasi Kumango zaman sekarang yang tahu nama ini barangkali. Kecuali mereka yang umurnya sebaya dengan saya, atau yang lebih tua. Apalagi jika disebutkan julukan untuk beliau yang lebih popular dikenal di Kumango, Angku Anda; maka generasi yang saya maksud akan lebih kenal dengan sosok ini.
Beliau adalah Datuk (Kakek) saya, Orang Piliang Laweh; dilahirkan di Kumango pada tahun 1902 dan wafat di Kota Lahat (Sumatera Selatan) pada akhir tahun 1995 dalam usia 93 tahun. Dua huruf pertama, PS, pada awal nama beliau adalah gelarnya, Pakieh Sutan, yang sangat dihargainya seumur hidupnya, sehingga, jika ada orang yang menulis namanya tanpa kedua huruf itu, dia akan marah besar dan mengatakan, “ada banyak orang yang bernama Syamsuddin di dunia ini, namun hanya ada satu PS.Syamsuddin.”  
Masyarakat Propinsi Sumatera Selatan mengenalnya sebagai salah seorang Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia dari kota Lahat, hal ini dikukuhkan oleh Surat Keputusan Pemerintah Republik Indonesia melalui SK Menteri Sosial pada tahun 1975; Artinya, beliau mendapatkan pengakuan dari pemerintah setelah berada pada umur 73 tahun. Sejak saat itu dia mendapatkan tunjangan hidup sebagai seorang perintis kemerdekaan dari pemerintah ditambah dengan hadiah sebuah rumah di Pusat kota Palembang.
Masa kecilnya dihabiskannya bersama Ayahnya, Ismail Pakieh Marajo, yang tak lain juga merupakan Inyiek oleh saya di Kota Padang Panjang. (karena Ayah dari Datuk saya ini adalah Mamak dari Nenek saya Salamah Ibrahim; artinya dengan menikahi Nenek saya dia pulang ka Bakonya di Rumah Godang Balakang, Supanjang Ilie). Karena susahnya perekonomian keluarga pada masa itu, dengan hanya mengandalkan pendapatan sebagai seorang tukang pati, Datuk saya ini hanya bisa disekolahkan oleh Ayahnya sampai Governemen School (selevel dengan SD pada zaman sekarang).
Tak lama setelah menamatkan sekolah Belanda tersebut, ketika memasuki usia remajanya, dia membuat sebuah keputusan besar dalam hidupnya, pergi merantau keluar dari Ranah Minang yang cukup membuat shock Ayahnya yang pada saat itu sudah memasuki usia senja.
Tak banyak yang saya ketahui daerah rantau pertama yang dijajaki oleh Datuk saya sesudah itu, yang saya simpulkan hanya satu hal dari setiap kali dia bercerita kepada saya ditiap kesempatan saya bertemu dengannya, baik disaat dia pulang kampung ke Kumango maupun pada kesempatan lain saya menghabiskan beberapa masa kecil saya di kota Lahat pada tahun 1975, maupun pada setiap waktu liburan sekolah ketika saya masih duduk di SMP Negeri Kumango dari pertengahan tahun 1983 – pertengahan tahun 1986; ….. dia adalah Rambo yang sebenarnya. Bukan tokoh fiktif seperti yang diperankan oleh Silverster Stalone dalam film Rambo-nya.
Kenapa saya katakan beliau adalah Rambo yang sebenarnya ? Begini kisahnya. Ini berawal ketika dia melihat seorang sahabat karibnya ditembak mati oleh Belanda karena temannya tersebut berusaha melarikan diri disaat akan ditangkap oleh tentara Belanda. Ya, temannya tersebut adalah seorang pemberontak Belanda pada masa itu. Semua itu terjadi disaat dia masih belajar bagaimana caranya menjadi seorang pedangang yang sukses. Pemandangan itu cukup memberikan trauma yang berat padanya, hingga semua perasaan itu berubah menjadi dendam kesumat kepada semua tentara Belanda.
Dari sinilah dimulai tahap kehidupannya yang berikutnya, sejak saat itu, hanya ada satu hal yang terbersit dalam pikirannya apabila melihat atau bertemu dengan tentara Belanda, membunuh mereka. Dan itu dilakukannya pada setiap kesempatan, yang mengakibatkan dia menjadi salah seorang buronan prioritas utama dari Penjajah Belanda pada masa itu. Dan yang paling membuat sakit hati Penjajah Belanda pada saat itu, setiap kali Datuk saya ini berhasil mereka tangkap hidup-hidup, dia selalu mampu meloloskan diri, dan lolosnya dia ini juga diiringi dengan berhasilnya dia menghabisi sejumlah tentara (kondisi ini terjadi pada masa sebelum Kemerdekaan).
Predikat sebagai sosok yang “the most wanted” dari penjajah itulah yang membuatnya akhirnya pindah dari satu tempat ke tempat lain di seluruh Indonesia ini. Sehingga, apabila berbicara tentang seluruh wilayah di Negara ini, akan sangat nyambung sekali dengannya. Dari seluruh wilayah Indonesia, hanya pulau Irian (Papua) yang belum pernah dijajakinya. Walaupun itu pernah hampir terjadi, ketika dia akan dibuang oleh Belanda ke Digul, Irian Jaya, namun dia berhasil melarikan diri sebelum kapal yang membawanya sampai kesitu.  Kondisi ini pulalah yang membuatnya memiliki 17 (tujuh belas) orang istri, artinya saya punya 17 orang Nenek;
·      3 (tiga) orang dari Kumango; yang pertama saya tidak tahu namanya, yang kedua adalah Nenek saya, Salamah Ibrahim yang dinikahinya sekitar tahun 1931 dan dari Nenek saya, Datuk saya mendapatkan 9 (sembilan) orang anak dan yang ketiga adalah Nenek Ramalah (orang Dalimo); dari nenek saya yang satu ini, Datuk saya dikaruniai 2 (dua) orang anak.
·      Istrinya yang 14 lagi saya tidak ingat secara pasti, tapi yang paling berkesan buat beliau adalah Istrinya yang berasal dari Gresik (Jawa Timur), karena dari istrinya ini dia memperoleh dua orang anak (sepasang). Datuk saya terpisah dengan mereka ketika dia dalam pengejaran Belanda hingga perahunya terbalik di dekat Pulau Bawean, dan dia dikabarkan gugur yang membuat istrinya tersebut sangat terpukul dan membawa kedua anaknya keluar dari Kota Gresik. Padahal sebenarnya, setelah kejadian tersebut, Datuk saya ini diselamatkan oleh beberapa orang Nelayan dan di bawa ke Singapura. Setelah pulih, dia kembali ke Gresik mencari Istri dan kedua anaknya tersebut, namun mereka tidak pernah dia temukan. Sekitar 14 tahun sejak kejadian itu, dia mendapatkan kabar kalau anak laki-lakinya tersebut mengikuti jejaknya sebagai pejuang dan gugur ditembak oleh Belanda dalam peristiwa Ambarawa. Yang paling membuat pilu hatinya adalah berita yang didapatnya tentang anak perempuannya, dia dinikahi oleh seorang Pemuka Agama Kristen (saya tidak tahu pasti Katholik atau Protestan) di kota Manado pada tahun 1947. Semua kondisi inilah yang mungkin membuatnya sangat “down” hingga akhirnya Belanda berhasil kembali menangkapnya pada masa Agresi sesudah Kemerdekaan ini; dia disiksa habis-habisan yang menyebabkan sebelah matanya (kanan) tidak pernah lagi bisa digunakannya sampai akhir hayatnya. Walaupun akhirnya dia masih tetap bisa melarikan diri dan menghabisi 2 orang lagi tentara Belanda. Sampai menjelang akhir hayatnya, dia masih berusaha untuk mendapatkan kabar tentang anaknya yang di Manado tersebut, namun tak ada hasil.
·      Istrinya yang lain yang sangat suka dia mengulang-ulang ceritanya pada saya adalah berasal dari Suku Dayak yang berada di sebuah Hulu sebuah di Kalimantan (saya lupa menyakan pada beliau nama Sungai itu, namun kalau tidak salah dia pernah menyebut sebuah tempat yang bernama Loh Meriem jika menceritakan babak hidupnya yang ini). Berawal dari keinginannya untuk menjalin hubungan bisnis dengan orang melayu yang berada di hilir sungai, dia kemudian tertantang untuk menjajaki lebih jauh hubungan dagang dengan komunitas suku dayak yang tinggal tidak jauh tinggal dari situ; melihat hasil yang lumayan dia akhirnya dia lebih tertantang lagi untuk mencoba menjajakan dagangannya kepada suku dayak yang hidup di hulu sungai itu. Dari sinilah cerita lain dimulai. Sebelum memutuskan berangkat ke tengah pemukiman suku dayak tersebut, dia sudah diperingatkan oleh teman-temannya pantangan-pantangan yang harus dijaganya selama berada ditengah-tengah mereka (orang Dayak dimaksud), namun setelah berada disana dia kecoplosan, hingga dia diultimatum oleh kepala sukunya dan diberi 2 pilihan sebagai hukuman, nyawa melayang (dipenggal kepalanya) atau memilih hidup dengan mereka dengan memperistri salah satu dari gadis yang mereka sodorkan. Tentu dia memilih opsi yang kedua. Tinggal-lah dia disana selama beberapa lama bersama istri barunya, sampai akhirnya dia menemukan kesempatan untuk kabur dan keluar dari kelompok tersebut.
·      Istrinya yang 12 orang lagi yang saya tahu 2 orang berasal dari tanah pasundan (orang Sunda). Dan sisanya, yang 10 orang kalau tidak salah berasal dari Meulaboh, Aceh; Tapak Tuan, Aceh; Deli Serdang; Jawa Tengah; Halmahera dan Ternate.

Datuk saya ini adalah seorang jagoan Silat Tua Kumango 1.) (aliran Silat Kumango yang sudah ada sebelum Silat Kumango versi Syech Abdurrahman Al-Khalidi dikembangkan). Hal ini mungkin tidak diketahui oleh banyak masyarakat Kumango bahkan anak cucunya yang lain. Ada tiga orang Kumango yang saya ketahui dan pernah bertemu dalam hidup saya yang menguasai Silat Tua ini, yaitu Datuk saya ini, Datuek Amik Polak – sepupunya, dan Datuek Mam Biloa (kakeknya Doni Saputra). Dia berkali-kali menegaskan kepada saya kalau dia tidak pernah belajar Silat Kepada Syech Abdurrahman dan aliran Silat yang dikuasainya tidak sama dengan yang dimiliki oleh Angku Surau Subarang. Dia hanya mengatakan, pernah mengulang-ulang langkah sebentar dengan Angku Surau Subarang tersebut.
Semua cerita petualangannya dan gerilyanya keseluruh Indonesia tersebut ditambah dengan kepiawaiannya menghabisi semua tentara Belanda yang ditemuinya-lah yang mendorong saya sejak saya kecil (umur 6 tahun), ketika saya mau masuk ke TK Bustanul Athfal untuk belajar Silat padanya, namun dia berdalih jika pada saat itu saya masih kecil. Ketika saya berumur 8 tahun, keinginan itu kembali saya utarakan ketika suatu ketika dia pulang kampung, dia masih mengatakan hal yang sama. Disaat saya sudah duduk di kelas V SD, dia mengatakan tidak ingin saya, cucunya seperti dia, dan dia menyuruh saya mencari guru yang lain. Hingga akhirnya Mak Ai / Mak Tuah ( Alm.) 2.) membuka pintu pada saya untuk menjadi muridnya
Setelah saya belajar dengan Mak Ai, ternyata dia cukup antusias untuk mengetahui bagaimana Silat yang saya pelajari, termasuk ketika saya mencoba belajar kembali dari awal dengan Mak Kin (Zakir) 3.). Namun yang selalu membuat kuping saya panas, setiap saat saya selesai menunjukkan semua yang sudah saya pelajari, dia selalu mengakhirinya dengan satu kalimat: kalau semua yang saya dapatkan masih bunganya 3) silat Kumango, belum lagi Silat Kumango yang sebenarnya.
Pada zaman penjajahan Jepang, Datuk saya ini kembali ke Kota Lahat. Kota yang sudah mulai dijajakinya sejak tahun 1923. Dia mencoba mengumpulkan kembali puing-puing usahanya yang terbengkalai ketika Belanda berkuasa. Ketika masa penjajahan Jepang, Datuk saya ini beristirahat dari kegiatan gerilya-nya. Dia berpikir, musuh besarnya, kelompok manusia yang sangat dibencinya, Belada, sudah angkat kaki dari bumi Indonesia, diusir oleh tentara Jepang. Pada usianya yang pada saat itu sudah masuk kepala 4, dia ingin mencoba hidup tenang setelah sekian lama dikejar-kejar oleh tentara penjajah Belanda. Satu hal yang sangat menyenangkan hatinya saat itu adalah, semua orang yang menjadi musuh utama Belanda pada saat itu sangat dihormati oleh Penjajah Jepang, termasuk dia sendiri. Sehingga, dia bisa pergi kemanapun yang dia mau; lalu lalang, bolak-balik dari Lahat ke Kumango selama zaman penjajahan Jepang dengan aman, tidak diusik oleh tentara Jepang. Sehingga, pemandangan yang kontras terlihat jelas pada kehidupan keluarganya pada masa itu di Kumango: disaat banyak orang lain hidup dalam penderitaan gara-gara kekejaman kelompok orang yang menjajah selama 3.5 tahun ini, dia tetap bisa menghidupi istri dan anak-anaknya secara normal, baik sandang maupun pangan. Hal ini tentu membuat heran orang Kumango yang lain, karena tentara Jepang, tidak berani menyentuh keluarga kami. Kondisi tenang seperti ini masih tetap bisa dinikmatinya sampai bererapa lama sesudah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di umumkan oleh Presiden Soekarno dan Sahabatnya, Bung Hatta 5). 
Namun semuanya berubah total ketika Belanda kembali berhasil masuk ke Indonesia dengan membonceng pada tentara Sekutu sehingga terjadi penjajahan jilid II dengan judul agresi Belanda dengan tentara NICA-nya. Yang memaksanya untuk kembali “turun gunung” pada usia yang tidak bisa dibilang muda lagi. Dan salah satu agenda kembalinya penjajah Belanda ke Indonesia pada masa itu, selain untuk merampas kembali kemerdekaan Indonesia yang sudah diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, juga untuk balas dendam padanya (Datuk saya ini). Sehingga, terjadilah peristiwa yang saya utarakan diatas (pasca tertembaknya anak laki-lakinya di Ambarawa).
Ketika Belanda berhasil kembali diusir dari Bumi Pertiwi ini, dia kembali ke Kota Lahat, Meneruskan usahanya untuk menafkahi istri dan anak-anaknya. Di Kota Lahat, dia berdagang tekstil dan pakaian jadi di Pasar Lematang, dan dari hasil usahanya setelah sekian lama, Allah memberinya karunia untuk memiliki 2 buah rumah di kota pendidikan itu, yaitu di Pasar Bawah dan di Lorong Kelana; rumah yang sangat sederhana, jauh dari kesan mewah. Keberadaannya di kota Lahat yang sudah sangat lama sekaligus telah banyak menarik perantau Minang lain mencoba peruntungan di kota ini, termasuk beberapa keponakan dan cucunya yang pada saat ini sudah banyak menetap di kota tersebut.
Ketika mulai melewati umur 50 tahun, setelah melewati trauma akibat agresi Belanda, Beliau sudah sering mengatakan kepada anak dan istrinya bahwa dia akan berhenti berdagang. Salah satu imbas dari maksud hatinya tersebut adalah keluarnya keputusan dari Ibu saya yang pada saat itu menamatkan sekolahnya di SMP Negeri 1 Batusangkar pada akhir tahun 1956 untuk berhenti sekolah; mengubur habis cita-citanya untuk menjadi Guru, untuk melanjutkan pendidikannya ke SPG Negeri di Padang Panjang dan kemudian melanjutkannya ke PTPG-FKIP Universitas Andalas; Perguruan Tinggi Pendidikan Guru yang pada saat itu baru berdiri di Batusangkar sejak dia naik ke kelas II SMP (cikal bakal UNP sekarang). Dia tidak ingin pendidikannya nanti patah di tengah jalan, jika benar terjadi ayahnya akan berhenti dari usahanya. Sekaligus, semua itu sebagai “pasang badan” untuk memberi jalan kepada adik-adiknya agar tetap bisa bersekolah. (Namun akhirnya, dia sangat menyesali keputusannya tersebut, ternyata keputusannya salah besar, apa boleh buat nasi sudah jadi bubur; ditambah lagi dengan satu fakta, ternyata Datuk saya ini masih tetap diberi oleh Allah kekuatan untuk mencari uang sampai dia menutup mata dalam usia 93 tahun, Subhanallah. Dan dia masih sempat membiayai saya dan kedua kakak saya untuk kuliah, hingga kami ketiga-tiganya saat ini menjadi guru.)
Datuk saya ini adalah pejuang kemerdekaan Indonesia sejati. Dia sangat mencintai semua titik jengkal wilayah di Negara ini. Sehingga, ketika masa pemberontakan PRRI terjadi, dia nyaris dihabisi oleh para pemberontak, di saat usianya sudah mendekati kepala 6 pada saat itu. Alasannya sederhana, dia tidak bersedia bergabung dengan pemberontak, karena dia tidak ingin terlibat konflik dengan orang-orang yang dulu sama-sama berjuang dengannya pada masa-masa sebelumnya yang pada saat itu berdiri di pihak pemerintah pusat. Saya sendiri, tidak pernah menanyakan secara persis, kenapa dia bisa lolos dari upaya untuk melenyapkannya pada saat itu. Yang jelas, Allah sekali lagi menyelamatkan nyawanya.   
Datuk saya ini sangat sayang kepada tempat dimana anak dan istrinya tinggal, termasuk rumah gadang dimana ayahnya dilahirkan dan dibesarkan. Ini dibuktikannya dengan mengeluarkan dana yang sangat banyak untuk melakukan renovasi besar terhadap rumah gadang dimana kami tinggal pada tahun 1979, saat itu saya sudah duduk di kelas III SD Negeri no.2 Kumango. Pada awalnya kami hanya berniat untuk merombak tingkok (dinding depan) rumah gadang tersebut dengan menggunakan sejumlah uang yang terkumpul dari hasil penjualan cengkeh yang harganya sangat memakmurkan petani pada saat itu. Ketika diutarakan kondisi itu oleh Ibu saya, ternyata beliau bersedia untuk menyanggupi pembiayaan rehab berat terhadap rumah itu. Saya masih ingat, saya adalah orang selalu dengan setia menjemput wesel kiriman beliau ke kantor Kepala Desa setiap kali kiriman uangnya sampai ke Kumango dan kemudian mengantarkan ibu saya ke kantor Pos Batusangkar untuk menguangkannya dengan menggunakan lembar kartu C7. Sedih sekali melihat rumah gadang itu sekarang tersia-sia tanpa dihuni.
Pada momen menjelang detik-detik peringatan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 2016 ini, entah kenapa saya selalu teringat pada beliau. Dibalik sifatnya yang keras, saya sangat mencintainya. Dia telah berkorban yang tidak sedikit untuk Bangsa dan Negara ini, termasuk juga untuk anak dan cucunya. Khususnya saya, kedua kakak saya, dan Ibu saya selama beliau hidup. Walaupun penghargaan yang diberikan oleh pemerintah kepada beliau tidak sampai pada level Pahlawan Kemerdekaan, bagi kami, dia adalah seorang Pahlawan besar. Semoga Allah melapangkan kuburnya, menerima semua amal jariahnya, dan mengampuni segala dosanya. Amin ya Robbal ‘Aalamien…..!


        Payakumbuh, Jum’at, 9 Zulqaidah 1437 bertepatan dengan 12 Agustus tahun 2016  





1)      Eksistensi Silat Tua Kumango ini pernah diekspos oleh Makmur Hendrik (Pendiri Perguruan Silat Pat Ban Bu di Padang dan pengarang buku cerita Silat, Tikam Samurai yang mengatakan kalau Silat Kumango adalah Silat yang paling tua di Minangkabau dan sudah ada sejak tahun 400 masehi, berasal dari Biara Saolin di Tiongkok. Keberadaan Silat Tua Kumango ini juga pernah di-iyakan oleh Nenek Saya, Salamah Ibrahim yang mengatakan kalau di Rumah Gadang kami dulu pernah hidup seorang jawara yang juga memakai gelar Pakieh Marajo seperti Inyiek Saya(Ayah dari Datuk saya) di gelari oleh orang Kumango dengan Haji Bagak (namun sampai tulisan ini saya turunkan, saya tidak tahu namanya, dan kami sendiri tidak tahu dia beristri dengan siapa). Yang jelas, Haji Bagak ini hidup sebelum masa jaya Angku Surau Subarang. Semasa dia hidup, dia sangat ditakuti oleh semua lawan-lawannya dan disegani oleh semua kawan sepergaulan. Dari ibu saya, Smirna Syamsuddin, kemudian  saya mengetahui kalau Haji Bagak ini semasa hidupnya juga guru Mengaji dan Surau-nya ada di Polak Nenek Nurisa (Neneknya Surya Arson, Ibundanya Tek Yasti, Supanjang) yang terdapat menjelang Tobek Tanjueng. Puing-puing pondasi surau itu (bekas pondasinya) akan masih bisa dilihat dengan jelas jika polak itu di bersihkan.
        Berbicara tentang  Nenek Nurisa ini, dia termasuk kerabat khusus buat keluarga saya, selain dia juga  adalah orang Supanjang, dia juga adalah istri dari Kakak Kandung Datuk saya, Haji Rasyad. Artinya, Ibu saya dengan Tek Yasti adalah saudara sepupu.
2)       Mak Ai (Muhammad Syarif), urang Caniago, adalah Guru Silat Kumango yang selain Silat Kumango juga menguasai Silat Pauh, Padang dan sangat kenal gerakan-gerakan silat, Lintau, Silat Sungai Patai, Silat Maninjau, dan Silat Pariaman. Selain dari seorang guru Silat, dia juga dikenal sebagai paranormal dan tukang urut semasa di hidup.  
3)    Mak Kin (Zakir), urang Supanjang Ilie, Spesialis-nya memang Silat Kumango dan punya andil yang besar dalam mempertahankan eksistensi Silat Kumango semasa beliau hidup;baik dengan mengajarkannya pada orang Kumango sendiri, maupun pada orang luar Kumango.
4)    Bunga Silat ini maksudnya gerakan-gerakan silat yang biasa digunakan oleh para pendekar Silat untuk “bagaluik” atau bergurau sambil mengulang-ulang langkah, sekaligus versi silat yang bisa dipertontonkan kepada khalayak ramai.
5)    Bung Hatta adalah sahabat dekat Datuk saya. Kebetulan mereka sebaya, karena dilahirkan pada tahun 1902. Cuma, segmen perjuangan mereka berbeda, Bung Hatta berjuang secara diplomatis, sementara Datuk saya ini berjuang secara fisik. Dan dia mengisahkan, dia ikut mengantarkannya ke Lapangan Terbang Gadut, Bukittinggi, ketika akan berangkat kuliah ke Belanda. Selain dengan Bung Hatta beliau juga sangat kenal baik dengan Buya Hamka yang umurnya 6 tahun lebih muda darinya.                

Wednesday, February 3, 2016

Mari ke Negeri Sembilan

oleh: M.Putra Graha


Apa itu Negeri Sembilan ?
Negeri Sembilan adalah salah satu Negara Bagian yang berada dalam wilayah pemerintahan Negara tetangga kita,  Malaysia. Ibukota dari Negara Bagian ini adalah Seremban, kota yang sudah menjalin kerjasama sebagai Kota kembar dengan Kota Bukittinggi, Sumatera Barat sejak waktu lama.
            Kenapa Negara Bagian yang satu ini bernama Negeri Sembilan ? Karena Wilayah ini pada awalnya merupakan 9 (Sembilan) wilayah awal yang dihuni oleh Perantau asal Minangkabau di Semenanjung Malaya yang sudah memulai migrasinya secara besar-besaran pada abad ke-14 (tahun 1400-an) masehi. Artinya, orang Minangkabau sudah mendiami tanah Malaysia lebih dari 600 tahun.
Negeri Sembilan pada awalnya merupakan 9 buah kerajaan kecil yang diperintah oleh Orang Minangkabau di Semenanjung Malaya. Wilayah yang 9 itu adalah: Johol, Jelebu, Klang, Sungai Ujong, Naning, Rembau, Jelei, Segamat dan Pasir Besar. Kemudian, atas perintah Raja Minangkabau dan mendapat perlindungan dari Kerajaan Johor, Ke-Sembilan Kerajaan Kecil tersebut digabung menjadi satu dalam sebuah Kerajaan yang besar dengan nama Negeri Sembilan.  
Pada masa Malaysia berada dibawah jajahan Inggris, negara kolonial tersebut mengalihkan penguasaan Klang kepada Negara Bagian Selangor; Naning kepada Malaka; dan Wilayah Segamat kepada Negara Bagian Johor. Namun demikian, wilayah yang tertinggal tetap disebut sebagai Negeri Sembilan sampai saat ini.
Selama ratusan tahun Negeri Sembilan berada dibawah kendali Kerajaan Minangkabau yang berpusat di Pagaruyueng, Batusangkar; sehingga Raja yang akan dinobatkan disana selalu atas izin / ditunjuk oleh Raja Minangkabau. Keadaan itu kemudian berobah seiring dengan berhasilnya politik pecah belah yang diterapkan oleh Pemerintahan kolonial Inggris di tanah Malaysia dan Pemerintah kolonial Balanda yang menjajah Indonesia (terutama Pasca Perang Paderi yang dimotori oleh Tuanku Imam Bonjol). Kerajaan Negeri Sembilan mulai menentukan Rajanya sendiri tanpa intervensi dari Kerajaan Minangkabau melalui satu sistematika yang disebut dengan Undang yang Ampat.
Raja terpilih di rantau Minangkabau ini disebut dengan Yang Dipertuan Besar Negeri Sembilan; Dan yang perlu dicatat adalah, yang menjadi Raja (Yang Dipertuan Agong) Pertama Malaysia adalah Tuanku Abdul Rahman, dari Negeri Sembilan, Urang Awak.
Sampai saat ini, walaupun Kerajaan Minangkabau sudah tidak lagi memiliki otoritas atas Negeri Sembilan, namun hubungan antara Pembesar Negeri tersebut dengan Pewaris Tahta Kerajaan Minangkabau dan Para Penghulu di Minangkabau tetap terjalin dengan baik. Terbukti dibanyak kesempatan, masih ada acara saling kunjung mengunjungi antara kedua belah pihak; misalnya ketika ada acara malewakan Pangulu, dan Penobatan Raja. Para pembesar dari Negeri Sembilan tetap punya kepedulian yang besar terhadap tanah Nenek Moyang mereka (Minangkabau), salah satunya adalah besar sumbangsih mereka pasca terbakarnya Istano Basa Pagaruyueng, sampai akhirnya kembali tegak seperti sedia kala.
Dan untuk menunjukkan kecintaan Nenek Moyang kita yang menyeberang ke Tanah Malaya itu sejak tahun 1400-an tersebut, mereka menamakan banyak tempat di Negeri Sembilan dengan nama-nama Nagari di Minangkabau, seperti. Buloh Kasap di Segamat (Nagari Bulueh Kasok di Limo Pulueh Koto). Ini juga menandakan, Nagari-nagari yang namanya juga diabadikan menjadi sebuah tempat di Tanah Melayu,itu adalah Nagari yang sudah punya Sejarah panjang dan sudah ada sejak Kerajaan Minangkabau berjaya di Bumi Nusantara ini pada masa yang lalu.

Lebih Jauh tentang Negeri Sembilan
Sebagaimana yang telah dipaparkan diatas, Raja yang memerintah di Negeri Sembilan adalah keturunan Minangkabau. Istananya bernama Seri Menanti (Sri Menanti) di Kota Seremban. Jika kita tilik secara seksama, beginilah kira-kira potret Negeri Sembilan:
Ø  Adat istiadatnya sama dengan adat Minangkabau;
Ø  Peraturan-peraturan kerajaannya sebagiannya sama dengan sistim yang ada di Minangkabau;
Ø  Bahasa yang mereka pakai di sini mirip Bahasa Minang yang dipakai oleh saudara-saudara kita di Kampar dengan logat Melayu;
Ø  Suku orang Minang yang tinggal di Negeri Sembilan ini ada 12 :
v  Suku Biduanda / Waris;
v  Suku Batu Hampar (Orang pesukuannya berasal dari Nagari Batu Ampa, Kabupaten Limo Pulueh Koto);
v  Suku Payakumbuh (Orang pesukuannya berasal dari Kota Payakumbuh);
v  Suku Mungkal (Orang pesukuannya berasal dari Nagari Mungka, Kabupaten Limo Pulueh Koto);
v  Suku Tiga Nenek (Tigo Niniek);
v  Suku Seri Malenggang;
v  Suku Seri Lemak (Orang pesukuannya berasal dari Nagari Sari Lamak, Kabupaten Limo Pulueh Koto);
v  Suku Batu Belang (Orang pesukuannya berasal dari Nagari Batu Balang, Kabupaten Limo Pulueh Koto);
v  Suku Tanah Datar (Orang pesukuannya berasal dari Nagari Sumaniek, Kecamatan Salimpaung, Kabupaten Tanah Datar);
v  Suku Tiga Batu (berasal dari Nagari Tigo Batue)
v  Suku Anak Acheh;
v  Suku Anak Malaka.
Berdasarkan nama ke-12 suku diatas, bisa kita menyimpulkan, mereka yang saat ini disebut sebagai penduduk asli Negeri Sembilan, umumnya berasal dari Luak Limo Pulueh Koto (Kota Payakumbuh dan sekitarnya).

Kenapa harus ke Negeri Sembilan ?
Alasan utama dari saya untuk menyarankan kepada semua mereka yang menyebut dirinya sebagai orang Minangkabau / Minang atau keturunan Minangkabau / Minang untuk berkunjung ke Negeri Sembilan ini adalah suasana hati kita disaat berada disana akan sama seperti kita berada di Ranah Minang, sehingga tidak ada salahnya kita menyebut Negeri Sembilan dengan Ranah Minang kedua; Lebih jauh,  jika kita berkunjung kesini, kita tidak perlu penyesuaian lingkungan yang lama, karena kita berkunjung tanah saudara kita;
            Kedua: Tidak beda dengan alam Ranah Minang yang indah permai, Negeri Sembilan juga memiliki banyak obyek Wisata yang mempesona dan sayang untuk dilewatkan apabila kita diberi kesempatan untuk bisa berkunjung kesana;    
            Ketiga: Negeri Sembilan dengan Ibukotanya, Seremban adalah wilayah yang paling dekat dengan KLIA 2; Lapangan udara Internasional utama di Malaysia; Salah satu Lapangan Udara Internasional terbaik di dunia. Hanya butuh waktu sekitar 30-35 menit dari Bandara menuju ke Kota Seremban. Sementara, kalau kita mau terus ke Kuala Lumpur, butuh waktu yang jauh lebih lama, karena Ibukota Malaysia tersebut berada lumayan jauh dari KLIA 2.
            Ke-empat: Kunjungan ke Negeri Sembilan bisa menjadi semacam media pembelajaran untuk Urang Awak dalam mencoba melancong ke luar negeri. Dengan dana minim, kita bisa jalan-jalan di seputaran Bandara KLIA 2 yang penuh dengan fasilitas modern dan pusat perbelanjaan sebelum menuju ke Negeri Sembilan. Kita bisa mengambil semua pengalaman disana apabila kita nanti punya kesempatan untuk berkunjung ke Bandara yang lebih kecil atau ke Bandara yang lebih baik  sekalipun.
            Kelima: Setelah puas mengunjungi semua tempat di Negeri Sembilan; kita bisa melanjutkan kunjungan ke tempat-tempat lain di Malaysia (dimulai dari Kuala Lumpur) atau pergi lebih dahulu ke Singapura, karena dari Seremban sudah ada Bus yang langung menuju ke kota Singa tersebut.  
           Ke-enam: Tarif hotel (penginapan) di Negeri Sembilan sama dengan yang ada di Sumatera Barat; mulai dari yang paling murah (sekitar 100 ribu rupiah) sampai puluhan juta (terutama di Port Dickson); kita tinggal pilih.
            Ke-tujuh: Hanya ada satu maskapai penerbangan yang akan membawa kita ke KLIA 2 dari Bandara Internasional Minangkabau di Padang, yaitu AirAsia. Dan ongkos yang harus kita keluarkan untuk naik maskapai penerbangan yang satu ini sangat murah, apalagi jika kita memesannya dari jauh-jauh hari. Jika anda rajin membuka situs www.airasia.com anda akan punya kesempatan untuk mendapatkan harga tiket yang miring ke KLIA 2 dari BIM di Padang. Tahun kemarin, pada bulan Ramadhan, AirAsia menjual tiket Promo yang hanya Rp.199.000 sekali jalan. Artinya Cuma Rp;400.000.- (empat ratus ribu rupiah) pulang-pergi. Dan pada saat tulisan ini saya luncurkan, AirAsia sedang meluncurkan Program Buy One Go Two; beli satu tiket bisa berangkat 2 orang.
           Ke-delapan: Pemaparan diatas bisa mengindikasikan kalau untuk pergi main-main (travelling) ke Negeri Sembilan, tidak perlu menunggu kaya. Dengan menabung dan punya uang 1,5-2 juta di kantong anda sudah bisa kesana untuk masa kunjungan 1-2 hari (tentu saja jika tiket Pulang-Pergi Pesawat AirAsia dikisaran harga sekitar 500 ribu-an). Anak sekolahpun akan mampu jika mereka mau.
            Ke-sembilan: Bertolak dari alasan utama diatas, jika ada Urang Awak yang ingin menetap di Negeri Sembilan; ingin kuliah disana, bekerja, atau merantau kesana; tidak akan membutuhkan usaha sebesar ketempat yang lain dari rantau yang satu ini (jika tujuan itu ada diluar Indonesia).
  
Bagaimana Caranya ?
Sebenarnya, semuanya sudah terpapar pada paragraf yang saya tulis diatas, namun sebagai simpulan, bisa saya ungkap sebagai berikut:
ü Pastikan anda sudah punya paspor (urus ke kantor Imigrasi);
ü Pastikan anda punya uang minimal seperti yang disebutkan diatas;
ü Buka situs www.airasia.com ; tentukan kapan anda ingin berangkat dan pulang kembali ke Padang, dan lihat berapa ongkos pesawat pada saat itu;
ü Pelajarilah tempat-tempat yang anda ingin kunjungi di Negeri Sembilan berikut tempat dimana bisa menginap disana;
ü Untuk pegangan Uang Ringgit, anda bisa menukarkannya sebelum berangkat di banyak Toko Emas yang ada di seluruh Sumatera Barat atau di Money Changer yang ada di banyak Kota di Sumatera Barat (termasuk di BIM) atau anda juga bisa hanya mengantongi uang rupiah sampai ke KLIA 2 dan menukarkannya dengan Uang Ringgit setibanya di Malaysia;
ü Pada saat akan berangkat, pastikan barang bawaan tidak lebih dari 7 kilogram agar bisa dibawa langsung ke atas pesawat (tidak menuntut bagasi);
ü Setibanya nanti di KLIA 2, anda bisa menghabiskan waktu terlebih dahulu dengan mengitari seluruh wilayah Bandara (kalau sanggup) sambil mencari tahu shelter Bus yang akan mengantar anda ke Negeri Sembilan;
ü Selamat, jika anda sudah bisa sampai ke Negeri Sembilan. Jika anda sudah bisa sampai kesana, saya tidak perlu memberi pemaparan lebih jauh, karena saya yakin anda Insya Allah akan bisa kembali ke Ranah Minang kembali dengan menapak tilasi jejak anda sejak keberangkatan dari rumah anda;
ü Sampaikan salam dari saya untuk dunsanak-dunsanak awak nan di Negeri Sembilan

Demikian…! Semoga tulisan ini tidak hanya akan dibaca oleh Orang Minangkabau / Minang di Sumatera Barat, namun juga para perantau, termasuk juga dalam hal ini Saudara-saudara kita yang ada di Negeri Sembilan. Sebab saya mensinyalir, banyak anak-kemenakan saya disana yang sudah tidak tahu lagi kalau mereka berasal dari Minangkabau; dan sebaliknya tidak banyak Urang Awak yang mengetahui semua fakta tentang Negeri Sembilan sebagaimana yang sudah saya paparkan  Saya juga mengharapkan dua sisi kejadian dari tulisan ini; di satu sisi, semoga Negeri Sembilan akan dibanjiri oleh Orang Minang / Minangkabau dari segala penjuru; namun di sisi lain, saya juga berharap akan juga terjadi ledakan kunjungan dari saudara-saudara serta anak kemenakan saya yang ada disana untuk melihat kampung Nenek Moyangnya di Minangkabau, Sumatera Barat. Kita akan saling meramaikan dan undang-mengundang dalam banyak peristiwa di daerah kita. Semoga Bermanfaat……! Alhamdulillaahi Robbil ‘Aalamien…!

Payakumbuh, 2 Februari 2016
(Penulis adalah Guru Bahasa Inggris MAN 3 Payakumbuh – Sumatera Barat – Indonesia)

Sumber Informasi untuk mengeluarkan tulisan ini:
1.      Buku Tambo Alam Minangkabau – Tatanan Adat Warisan Nenek Moyang Orang Minang: Ibrahim Dt.Sanggoeno Diradjo: Kristal Multimedia: Bukittinggi:2015.
(Jika ada yang berminat ingin memiliki buku ini, bisa dicari di Toko-toko Buku terdekat, atau langsung ke: Penerbit Buku Alam Minangkabau – Kristal Multimedia: Jln.Mangga no.5 Tangah Jua, Bukittinggi 26231 Sumatera barat;
Atau melalui telepon: 0752-33768

2.      Segala sumber informasi yang bisa terpantau melalui search-engine (saya menggunakan Google dan Yahoo) tentang Negeri Sembilan. Baik itu dalam bentuk artikel, ulasan, status di media social ( Twitter dan Facebook), foto-foto di Flickr, dan video-video di Youtube.


o

Catatan Tambahan:
Berbicara sedikit tentang Nagari Bulueh Kasok (Kabupaten Limopulueh Koto), saya melihat satu sinyal yang sangat kuat kalau Nagari yang satu ini adalah Nagari yang sudah punya sejarah yang sangat lama di Minangkabau, terutama untuk Luak Limopulueh Koto. Ditambah lagi dengan keberadaan Kota Buloh Kasap di Segamat (Johor) yang dulunya merupakan bagian dari Negeri Sembilan menjadi sinyal tersendiri untuk fakta ini. Jika kita melihat bentuk Nagari Bulueh Kasok pada saat ini, tak akan ada yang akan percaya kalau wilayah itu adalah sebuah wilayah yang sudah tua, karena hampir semua wilayah berada pada kawasan hutan; hal ini juga yang membuat saya sangat prihatin.
            Untuk pergi ke Nagari Bulueh Kasok dari Kota Payakumbuh, kita masuk dari Nagari Batu Bolang (tidak jauh dari Simpang Tanjung Pati atau Pasar Taram), lalu terus ke Nagari Pilubang dengan kondisi jalan yang sangat memprihatinkan, lalu baru kita sampai di Nagari Bulueh Kasok. Di Nagari ini, ada sedikit ruas jalan yang teraspal dengan baik, namun tidak panjang, dengan lebar seadanya. Selepas itu, (masih di Bulueh Kasok), yang akan kita lalui hanya jalan tanah yang akan hancur-hancuran disaat musin hujan dan hanya bisa dilalui oleh Sepeda motor dan Kuda.
            Kuat dugaan saya jalur jalan yang melewati Nagari Bulueh Kasok ini adalah salah satu jalan yang dilewati oleh Nenek Moyang kita untuk Migrasi menuju Riau Daratan (ke Siak) lalu terus sampai ke Negeri Sembilan. Karena dari jalan itu tembus sampai ke Kecamatan Kampar Hilir Hulu di Kabupaten Kampar (Riau), yang nota bene-nya masih Wilayah rantau Orang Minangkabau namun berada dibawah administrasi Propinsi Riau. Jika diukur panjang jalannya, maka jarak tempuh untuk sampai ke Kuok (Bangkinang) melalui Nagari Bulueh Kasok ini sedikit lebih pendek dibandingkan apabila kita menempuh jalan melalui Kelok Sembilan - Pangkalan.
Dari informasi yang saya peroleh dari anak didik saya yang berasal dari Pangkakalan Kapas ini (Yedi Rianto – Siswa Kelas XII IPS di MAN 3 Payakumbuh – pada Tahun Pelajaran 2015/2016); untuk sampai di Payakumbuh dari Kampungnya dengan melalui jalanan yang sangat mengenaskan itu, dia butuh waktu sekitar 2 (dua) jam. Sementara, dari Pangkalan Kapas ke Kuok (Bangkinang), dengan jalan yang tak kalah mengenaskan dibutuhkan waktu sekitar 2,5 jam.  
Lebih jauh, Yedi mengatakan, jika seandainya Pemerintah mau beri’tikat untuk merombak struktur jalan itu sehingga layak untuk dilalui kendaraan roda 4 / lebih, maka dia akan bisa ke Payakumbuh dalam waktu tidak lebih dari 1 (satu) jam; dan apabila jalan dari kampungnya ke Kuok juga diperbaiki menjadi lebih baik, maka hanya akan butuh waktu tidak lebih dari 1,5 jam ke Kuok. Artinya, dari Payakumbuh ke Kuok (Bangkinang) hanya akan membutuhkan waktu tempuh sekitar 2,5 jam apabila jalan ini bisa direalisasikan; sama lamanya jika dibanding bila kita melalui jalan yang ada sekarang (Apabila menyetir sendiri tanpa berhenti, saya butuh waktu 2,5 jam untuk sampai ke Kuok dari Payakumbuh). Apa maksudnya ? Jalan itu akan bisa menjadi jalan alternatif untuk menuju ke Payakumbuh (Sumatera Barat) jika ada masalah dengan jalur Kelok Sembilan. Dan, akan semakin anak kemanakan kita yang di Kampar bersekolah atau hijrah ke Sumatera Barat, terutama kota Payakumbuh. Pada saat ini, dengan kondisi jalan yang sangat parah itu, dengan menggunakan sepeda motornya, Yedi hanya sanggup pulang kampung 2 kali dalam setahun – ketika liburan Semester.

Mungkinkah pemerintah bisa mewujudkan semua itu ? Bagaimana cara kita mewujudkannya ? Perlu kerjasama dari semua pihak untuk bisa mewujudkan semua yang masih impian tersebut: Pemerintah Kabupaten Lima Puluh Kota dengan Pemerintah Kabupaten Kampar; Pemerintah Propinsi Sumatera Barat dan Riau; Serta Pemerintah Pusat. Besar harapan saya semua ini bisa diwujudkan. Dan saya yakin itu akan bisa – apabila semua kita i’tikat yang sama untuk ini. Kabulkanlah, ya Allah…!